Selasa, 14 Desember 2010

Ocehan Mambang........

Ilahi
lastu lilfirdausi ahla,Walaa aqwa ‘ala naaril jahiimi Fahabli taubatan
waghfir dzunubi,Fainaka ghafirudz- dzanbil ‘adzimi….Dzunubi mitslu
a’daadir- rimali,Fahabli taubatan ya Dzal Jalaali,Wa ‘umri naqishu fi
kulli yaumi,Wa dzanbi zaaidun kaifa –htimaliIlahi ‘abdukal ‘aashi
...
-Meski wujudmu telah terkubur dalam sejarah
Tapi, senyumanmu seperti hantu gentayangan
Yang mengutuk, kemanapun kau pergi
tapi lubang hidungmu ......
tetap menjadi pujaan hati ku.........!!!
-bilamana aku dpt bermimpi berjumpa dengan ibu kubawakan sebidang tanah penuh bunga
bilamana ibu bersedih, kuhibur ia sambil melihat lucunya kumbang cumbui kembang ditaman
bilamana nanti ibu tertidur kan kupagari ia dgn kemilau doa
bilamana ibu bertanya mengapa aku mengirim keindahan hanya dlm mimpi,kukatakan pada ibu bahwa hanya lewat m...impi anaknya bisa memberikan
kebahagiaan. Damailah Ibu dalam tidur panjang mu.
Mungkin trotoar dan debu itu mulai bosan pada tapak sandalku
Hingga kadang hina dan umpat pecundangpun kudapat
Bahkan mungkin pohon dan tiang tiang itu mulai muak pada gerutuku
Ah, biarkan saja..toh aku blm membajak alam.....
hidup itu istimewa dan kematian itu penting dua2nya saling berbenturan seperti sebuah misi, kau memiliki misi untuk menemukan cintamu, dan cintamu juga memiliki misi untuk menemukanmu, dan jika kalian di pertemukan oleh cinta maka kau seperti lukisan takbarakan bintang neutron (BIG BANG) yg melahirkan jagad smesta beserta kehidupannya.
 
Dia Berkata,"Agar tidak SALAH dalam Menilai Orang Lain, Janganlah Suka Menilai Orang Lain... Hilangkan Stempel Penilaian dari Balik Pikiran... Kita Semua Sama!"
Sahabatnya menjawab,
"Belajar tidak Memikirkan Orang Lain, Siapapun, Apapun sebelum Diri Sendiri terlebih dahulu.. Baru kemudian mereka dlm hal Keselamatan Hati
Dia bertanya," Cinta yg akan kembali mengingatkan Kematian... Ataukah Kematian yg akan kembali mengingatkan Cinta...?? "              
Tuhan mencintai kita
bukan karena kita sempurna
tetapi karena kita menyerahkan diri
bersama semua kekurangan kita.


Pagi ini bayu lembut menghantarkan bisikanmu
Kau kisahkan tentang kebahagiaan yang menari di jari
Pada bayu kukisahkan kembali kehangatan untukmu
Kapankah dapat kuraih asa tuk melangkah disisimu
Dalam Hatiku selalu ada Dia... Antara Ada dan
Tiada... Terlihat Namun Tersembunyi... Rahasia Namun Terbuka... Samar
Keberadaannya Terjaga Dalam Kesuciannya..^^.....
Diam bukan karena lemah...
Mengalah bukan karena kalah......
Menghindar bukan karena benci...
Menahan Diri adalah Ujian Kesabaran...
Sebab Musuh terbesar adalah Diri sendiri...
...Jangan sampai lepas Kendali HATI Lupa diri...
Tentang Arti KeHiduPan Sejati...
Yang aKan Teruji Selalu sampai Mati...
aku hadir dlm Resahku memuja malm. Bukn menyolek
jiwa yg kcewa tpi nyata raga yg hmpir mati oleh kepenatan. Bhsa kacauku
mengadu pd mlm..damaiku hdapi mlm. buai ktnangn jiwa yg slalu meronta.
Hening mlm sejukan ht yg kgerah...n hdpi hr yg brjaln gontai.. Penat yg merajai raga
Kukatakan kepada Malam:"Adakah rahasia di dada-mu, Wahai penyembunyi kabar dan rahasia...!!"Ia berkata,"Aku tidak pernah menemukan rahasia dalam hidupku.Seperti perbincangan rahasia para Pencinta di tengah malam buta.. 
sbuah
sukses lahir bukan karna kebetulan atau kebruntungan semata, sbuah
sukses terwujud karna di ikhtiarkan melalui target yang jelas,
perencanaan yang matang, keyakinan, kerja keras, keuletan dan niat baik.
Aku yang menanti di setiap perhentian, kalau-kalau engkau lewat dan turun disitu. Dan aku juga yang tidak sabar lalu pergi meningalkan perhentian itu tanpa meninggalkan sebarang nota. Lalu engkau tiba dan menyangka aku tidak pernah menantimu. Akhirnya engkau juga pergi. dan yang tinggal itu hanyalah kenangan-kenangan yang tidak mungkin dikutip kembali...
 
Aku tidak meletakkan engkau sahabat yang terbaik. Kerana terlalu singkat
waktu kita berkenal. Namun aku sangat memerhatikan engkau. Dan
menyayangi persahabatan yang pendek itu. Kerana aku melihat persamaan
yang sangat banyak diantara kita. Yang mana engkau dan aku adalah dua
insan yang memiliki sangat banyak kelemahan.
Hiasilah tidurmu dengan titisan air sembahyang,

Lelapkan matamu dengan alunan zikrullah,

Selimutkan dirimu dengan kalimah syahadah,
...
Alaskan tidurmu dengan sepotong doa…
Jika aku bersedih tanpa kata,
Pujuklah aku dengan tarbiyah Pencipta..
Jika aku lemah tak berdaya,
Ingatkanlah aku dengan kehebatan syurga..
Jika antara kita ada tembok pemisah,
...Ajaklah aku meleraikannya segera..
Jika pernah hatimu terluka,
Luahkanlah agar lukamu terhapus..
Dan jika aku lena tanpa jaga,
Iringilah lenaku dengan kalungan doa..
Ya
Allah, jikalau saudaraku sedang beribadah terimalah, jikalau sedang
berdo'a kabulkanlah, jikalau sedang bekerja ringankanlah, jikalau sedang
sakit sembuhkanlah, jikalau sedang susah gembirakanlah, jikalau sedang
cemas anugerahkanlah rasa aman, jikalau sedang lupa ingatkanlah, jikalau
... sedang khilaf ampunilah, jikalau... sedang menjadi musafir selamatkanlah. Amin..Amin..Amin Ya Robbal Alamiin.
 
ada dua hewan bandel yang menyerupai koruptor yang kadang membuat aku marah sedih dan tertawa satu tikus dan keduanya rayap mereka punya hati tapi tak punya jiwa
dasar hewan bandel kalian ini mirip koruptor atau koruptor yang mirip kalian
dimana keabadian yang kita agungkan dulu bukan karena bencimu yang mengoyak rendanya namun karena hati yang tak lagi satu kini tinggal pedih yang bernyanyi lirih
Tolong sabarkan si dia, usah ucap cinta di kala cita-cita belum terlaksana..
Tolong sabarkan si dia, andai diri ini enggan dirapati kerana menjaga batasan cinta..
Tolong
sabarkan si dia, bila jarak mejadi penyebab bertambah rindunya..
Tolong
...pesan padanya. Aku tidak mahu menjadi fitnah besar kepadanya..
Tolong pesan padanya. Aku tak mahu menjadi punca kegagalannya..
 
Tolong tegur si dia, bila dia mula mengagungkan cinta manusia..
Tolong tegur si dia, bila dia tenggelam dalam angan-angannya..
Tolong tegur si dia, andai nafsu mengawal fikirannya..
Pacar memberi mu senyuman,tapi SELINGKUHAN mu memberi kebahagiaan,,Pacar
mu akan mengeluh ttg sifat jelek mu,tapi SELINGKUHAN mu akan tutup
mulut dgn semua kesalahan & sifat jelek mu,,Pacar mu hanya bisa
menerima kelebihanmu,tapi SELINGKUHAN mu akan menerima kekurangan
mu,,Pacar datang D'saat kamu tertawa dalam kebaha...giaan,tapi SE...LINGKUHAN mu datang D'saat dirimu sedang berderai air mata dalam kesedihan,,
Seandainya waktu bisa aku ajak berlari Akan aku gandeng langkahnya untuk segera bercumbu dengan malam Sampai berpeluh mataku penat menggerakkan ototnya tersedu Sampai memar hatiku Menahan hantaman pilu yang begitu bernafsu memperkosaku Dan sampai habis lelahku terbayar nikmat sebuah tangisan.
 
jika kehidupan adalah perjuangan seperti apa yang kamu yakini selama
ini,maka apa yang ingin kamu raih dari perjuangan itu? dan apa yang
menjadi tujuan kamu?.........Apakah untuk kebahagiaan dunia,prestasi
atau kesuksesan dunia yang membanggakan? tidakkah semua itu merupakan
harga yang terlalu kecil untuk membayar perjuangan yang kamu... lakukan
seumur hidup???
Jk tdk dpt menyenangkan,
mk jgn menyusahkan
Jk tdk dpt memujix,
mk jangan mencelax
Jk tdk dpt berbwt baik,
...mk jgn berbwt jahat
Jk tdk dpt berguna,
mk jgn kejam
Orang yg baik
adlh
Orang yg berbwt baik
&
tdk prnah merasa brbwt baik
Or4nG yG BerGun4
4dlh
Or4nG yG B4ny4k Gun4x,,
& tdk PeRn4h MeR4S4 BerGun4,,
SerT4 MenGgun4k4n Gun4x…
“Tak ada di muka bumi yang lebih menderita dari pemabuk cinta.
Manakala hasratnya telah tercapai, hanya pahit yang dirasakan.
Kaulihat hari-harinya adalah tangis dan air mata.
Khawatir akan perpisahan dan larut dalam cinta.
Kala jauh menangis karena dilanda kerinduan.
... Saat dekat pun menangis karena takut perpisahan.
Matanya selalu penuh air mata kala bersamaan dan mengalir deras saat dipisahkan.”
 ktka HARAM mnjd HALAL blh jg saat trjdinya satu ijab qobul pernikahan tp tanda2 org munafiq adlh saat mana org itu mendustai qobulnya maka trjadilah HALAL mnjdi HARAM


PANDANGAN TERHADAP HUBUNGAN PRIA-WANITA DAN PENGARUHNYA

Jika naluri seorang manusia bergejolak, sudah barang tentu membutuhkan adanya pemuasan. Sebaliknya, jika naluri manusia tidak bergejolak, tentu tidak perlu adanya pemuasan. Pada saat naluri menuntut adanya pemuasan, naluri itu akan mendorong seseorang untuk memenuhinya. Jika ia belum berhasil memenuhinya yakni selama naluri tersebut masih terus bergejolak maka yang timbul adalah keglisahan. Baru setelah gejolak naluri tersebut reda akan hilanglah rasa gelisah itu. Naluri yang tidak terpenuhi memang tidak sampai mengantarkan seseorang pada kematian; tidak juga menyebabkan gangguan fisik , jiwa, maupun akal. Naluri yang tidak terpenuhi hanya akan mengakibatkan kegelisahan dn kepedihan yang menyakitkan. Dari fakta ini, dapat dipahami bahwa pemenuhan yang mutlak harus ada sebagaimana pemenuhan atas dorongan kebutuhan jasmani. Pemenuhan gejolak naluri tidak lain merupakan upaya untuk mendapatkan ketenangan dan ketentraman.
            Faktor-faktor yang dapat membangkitkan naluri ada dua macam: (1) fakta yang dapat diindra; (2) pikiran-pikiran yang dapat mengundang makna-makna (bayang-bayang) tertentu. Jika salah satu dari kedua factor itu ada, naluri manusia tidak akan bergejolak. Sebab, gejolak naluri bukan berasal dari factor-faktor internal, sebagaimana halnya dorongan kebutuhan jasmani, melainkan karena factor-faktor eksternal, yaitu dari fakta-fakta yang terindra dan pikiran-pikiran yang dihadirkan. Kenyataan ini sesuai dan berlaku untuk semua macam naluri yang ada pada diri manusia, yaitu: naluri untuk menjaga eksistensi diri (gharizah al-baqa’), naluri beragama/religiousitas (gharizah at-tadayyun), dan naluri seksual untuk melanjutkan keturunan (gharizah an-nau’). Antara yang satu dengan yang lainnya tidak ada perbedaan.
            Naluri manusia untuk melanjutkan keturunan (naluri seksual) , sebagaimana kedua jenis naluri lainnya, menuntut suatu pemuasan ketika bergejolak. Akan tetapi, ketiga naluri tersebut sama-sama tidak akan bergejolak, kecuali karena adnya akta yang dapat diindera atau adanya pikiran-pikiran yang sengaja dihadiran. Oleh karena itu, pemenuhan naluri seksual sesungguhnya merupakan perkara yang dapat diatur oleh manusia. Manusia bahkan dapat mengatur kemunculannya. Manusia juga dapat mencegah munculnya berbagai gejala dari naluri ini, kecuali gejala yang mengarah pada tujuan untuk melestarikan keturunan.
            Melihat wanita atau fakta-fakta yang menggugah birahi, misalnya, tentu akan membangkitkan naluri seksual sehingga akan melahirkan tuntutan pemuasan. Demikian pula mendengarkan atau membaca cerita-cerita poro , berpikir tentang hal-hal yang cabul, dan kemudian membayangkan semua itu. Sebaliknya, tindakan menjauhkan diri dari wnita atau segala sesuatu yang dapat membangkitkan birahi, ataupun menghindarkan diri dari fantasi –fantasi seksual, tentu dapat mencegah bergejolaknya naluri seksual. Sebab, naluri ini tidak mungkin bergejolak, kecuali dengan sengaja dibangkitkan melalui fantasi-fantasi seksual yang dihadirkan.
            Dengan demikian, jika pandangan sekelompok orang terhadap hubungan pria dan wanita didominasi oleh pandangan yang bersifat seksual ( sebatas hubungan biologis antara lelaki dan perempuan) seperti yang terjadi pada masyarakat Barat , maka tindakan menciptakan fakta-fakta yang terindera dan pikiran-pikiran yang mengandung birahi (fantasi-fantasi seksual) merupakan tindakan yang lazim mereka lakukan. Tujuannya adalah demi membangkitkan naluri seksual mereka sehingga naluri tersebut menuntut pemuasan. Pemenuhan tersebut bisa dilakukan seperti yang mereka inginkan dari hubungan semacam ini. Dengan cara demikianlah mereka mendapatkan ketenangan.
            Sebaliknya, jika pandangan sekelompok orang terhadap hubungan pria dan wanita dikuasai oleh suatu pandangan yang hanya memusatkan diri pada tujuan penciptaan naluri ini, yaitu untuk melestarikan keturunan, maka tindakan menjauhkan fakta-fakta dan pikiran-pikiran yang mengandung birahi dari pria ataupun wanita merupakan upaya yang harus dilakukan dalam kehidupan umum. Dengan itu, diharapkan naluri ini tidak akan bergejolak, sehingga tiak perlu menuntut adanya pemuasan yang tidak selalu bisa dihindari, serta dapat mengakibatkan kepedihan dan kegelisahan. Sementara itu, upaya untuk membatasi fakta-fakta yang mengundang birahi yang hanya boleh ada untuk suami-istri, merupakan tindakan yang harus dilakukan. Tujuannya adalah demi kelestarian keturunan, terwujudnya ketenangan, dan terciptanya ketentraman ketika melakukan pemuasan naluri.
            Dari sini, tampak jelas, sampai sejauh mana pengaruh pandangan sekelompok orang terhadap hubungan pria dan wanita dalam mengatur kehidupan berbagai kelompok dan masyarakat umum.
            Pandangan orang-orang Barat penganut idiologi kapitalis dan orang-orang Timur penganut idiologi Komunis terhadap hubungan pria dan wanita merupakan pandangan yang bersifat seksual semata, bukan pandangan untuk melestarikan keturunan manusia. Oleh karena itu, dengan terencana, mereka sengaja menciptakan fakta-fakta yang terindra dan pikiran-pikiran yang mengundang hasrat seksual dihadapan pria dan wanita dalam rangka membangkitkan naluri seksual, semata-mata untuk dipenuhi. Mereka menganggap bahwa gejolak naluri yang tidak dipenuhi mengakibatkan kerusakan pada diri manusia; baik terhadap fisik, psikis, maupun akalnya, sampai pada tingkat yang mereka dakwakan. Dari sini, kita bisa memahami, mengapa banyak komunitas masyarakat, baik di Barat yang Kapitalis ataupun di Timur yang komunis, serta didalam masyarakat di sana secara umum, selalu menciptakan pikiran-pikiran yang mengundang hasrat seksual (fantasi-fantasi seksual); baik dalam cerita-cerita, lagu-lagu, maupun berbagai karya mereka lainnya. Masyarakat di sana juga sudah begitu terbiasa dengan gaya hidup campur baur antara pria dan wanita yang tidak semestinya dirumah-rumah, tempat-tempat rekreasi, di jalan-jalan, di kolam-kolam renang, atau ditempat-tempat lainnya. Semua ini muncul karena mereka menganggap tindakan-tindakan semacam itu merupakan hal yang lazim dan penting. Mereka dengan sengaja mewujudkannya. Sebab, menurut mereka, tindakan semacam itu merupakan bagian dari sistem dan gaya hidup mereka.
            Sementara itu, pandangan kaum Muslim, yaitu orang-orang yang memeluk agama Islam serta benar-benar telah meyakini akidah dan hukum Islam dengan kata lain, pandangan islam terhadap hubungan antara pria dan wanita merupakan pandangan yang terkait dengan tujuan untuk melestarikan keturunan, bukan semata-mata pandangan yang bersifat seksual. Sekalipun Islam mengakui bahwa pemenuhan hasrat seksual merupakan suatu hal yang pasti, tetapi bukan hasrat seksual itu sendiri yang mengendalikan dorongan pemenuhan nya. Dalam konteks itulah, Islam menganggap berkembangnya pikiran-pikiran yang mengundang hasrat seksual pada sekelompok orang sebagai perkara yang dapat mendatangkan marabahaya. Demikian pula fakta-fakta yang dapat membangkitkan nafsu biologis, selalu akan menyebabkan kerusakan. Oleh karena itu, Islam melarang pria dan wanita berkhalwat; melarang wanita bersolek dan berhias di hadapan laki-laki asing (non mahram); juga melarang setiap pria atau wanita memandang lawan jenisnya dengan pandangan nafsu birahi. Islam juga telah membatasi kerjasama yang mungkin dilakukan oleh pria dan wanita dalam kehidupan umum, serta menentukan bahwa hubungan seksual antara pria dan wanita hanya boleh dilakukan dalam dua keadaan, tidak lebih, yaitu: lembaga pernikahan dan pemilikan hamba sahaya.
            Walhasil, Islam mencegah segala hal yang dapat membangkitkan nafsu seksual dalam kehidupan umum dan membatasi hubungan seksual hanya pada keadaan-keadaan tertentu. Sementara itu, sistem kapitalis dan komunis justru berusaha mencipatakan segala hal yang dapat membangkitkan nafsu seksual dengan tujuan agar dapat dinikmati secara bebas. Pada saat Islam memandang hubungan pria dan wanita hanya sebatas untuk melestarikan keturunan, maka sistem kapitalis dan sosialis memandangnya dengan pandangan yang bersifat seksual semata, yakni sebatas sebagai hubungan dua lawan jenis antara eorang laki-laki dan perempuan. Dua pandangan tersebut sangat jauh berbeda. Langkah-langkah yang dilakukan oleh Islam dan kedua ideology itupun saling bertolak belakang.
            Dengan demikian, jelaslah betapa pandangan Islam dalam konteks interaksi pria dan wanita dipenuhi dengan pandangan kesucian, kemuliaan dan kehormatan diri disamping merupakan pandangan yang dapat mewujudkan ketenangan hidup dan kelestarian keturunan manusia.
            Sementara itu, prasangka orang-orang barat dan orang-orang komunis yang menyatakan bahwa pengekangan naluri seksual pada pria dan wanita akan mengakibatkan berbagai penyakit fisik, psikis maupun akal adalah keliru dan hanya merupakan prasangka yang kontradiktif dengan fakta sebenarnya. Sebab, memang ada perbedaan antara naluri manusia dan dorongan kebutuhan jasmaninya dari segi pemenuhannya. Kebutuhan jasmani seperti makan, minum, dan buang hajat menuntut pemenuhan secara pasti. Kebutuhan-kebutuhan tersebut, jika tidak dipenuhi, akan dapat mengakibatkan marabahaya yang dapat mengantarkan manusia pada kematian. Sebaliknya, naluri manusia seperti naluri untuk mempertahankan eksistensi diri, naluri beragama (religioustis), dan naluri seksual tidak menuntut pemenuhan secara pasti. Naluri-naluri tersebut jika tidak dipenuhi, tidak akan menimbulkan bahaya bagi fisik, psikis, maupun akal manusia.; yang mungkin terjadi hanyalah kepedihan dan kegelisahan, tidak lebih. Buktinya, bisa saja terjadi, orang yang seumur hidupnya tidak memenuhi seluruh naluri tersebut, ternyata tidak mengalami bahaya apapun pada dirinya.
            Dakwaan orang-orang barat dan orang-orang komunis tentang akan munculnya berbagai gangguan atau penyakit penyakit fisik, psikis maupun akal, ternyata juga tidak terjadi pada stiap orang ketika ia tidak memelihara naluri seksualnya; walaupun mungkin terjadi pada individu-induvidu tertentu. Kenyataan ini menunjukan bahwa akibat-akibat negatif tersebut, yang disebabkan oleh tidak dipenuhinya naluri seksual, tidak terjadi secara alami sebagai fitrah manusia. Artiya dalam konteks tersebut ada sebab-sebab lain, bukan karena factor pengekangan. Kalau memang  karena pengekangan, tentu akibat-akibat tersebut akan selalu terjadi secara alami sebagai suatu fitrah bagi setiap manusia, setiap kali ada pengekangan.  Namun ternyata, hal tersebut tidak pernah terjadi. Mereka pun sebenarnya mengakui bahwa akibat-akibat itu, secara fitrah, selalu terjadi pada manusia sebagai akibat pengekangan  terhadap naluri seksualnya. Oleh karena itu, akibat-akibat yang terjadi pada individu-individu tertentu pasti karena adanya sebab-sebab lain, bukan karena adanya pengekangan.
            Ini dilihat dari satu segi. Dari segi lain, sesungguhnya tuntutankebutuhan jasmani muncul secara internal, bukan secara eksternal atau karena pengaruh luar; meskipun pengaruh luar itu bisa saja muncul pada saat manusia merasakan adanya kebutuhan yang mendesak. Berbeda halnya dengan naluri manusia. Naluri manusiasesungguhnya tidak akan menuntut pemenuhan karena dorongan internalnya, jika tidak ada pengaruh eksternal. Bahkan, dapat dikatakan, naluri manusia tidak akan bangkit jika hanya mengandalkan pengaruh internal. Artinya, bangkitnya naluri manusia, seperti naluri seksual ini, memang karena factor itu berupa fakta-fakta yang dapat diindera ataupun pikiran-pikiran cabul yang dihadirkan. Jika tidak ada pengaruh eksternal. Naluri tersebut tidak mungkin akan bangkit.
            Kenyataan seperti ini berlaku pada seluruh jenis naluri yang ada pada diri manusia; baik naluri untuk mempertahankan diri,  naluri beragama, maupun naluri seksual dengan segala gejalanya. Jika di hadapan seseorang terdapat sesuatu yang dapat membangkitkan salah satu nalurinya, niscaya akan muncul gejolak yang menuntut pemenuhan. Jika orang itu menjauhkan diri dari faktor-faktor yang dapat membangkitkan nalurinya, atau mencari kesibukan yang dapat mengalihkan pengaruh tersebut, maka tuntutan naluri akan pemenuhan itu bisa hilang dan manusia akan kembali tenang. Hal ini berbeda dengan kebutuhan jasmani. Tuntutan dari pemenuhan dorongan jasmani tidak akan hilang selama faktor-faktor yang memunculkan dorongan tersebut tetap ada secara mutlak atau sampai tuntutannya dipenuhi.
            Berdasarkan penjelasan di atas, tampak jelas bahwa, tidak terpenuhinya naluri seksual tidak akan sampai mengakibatkan penyakit apapun; baik terhadap fisik,  psikis, maupun akal. Sebab, naluri tidak sama dengan dorongan kebutuhan jasmani. Segala sesuatu yang ada dihadapan seseorang yang dapat membangkitkan naluri seksualnya, baik berbentuk fakta-fakta ataupun fantasi- fantasi seksual, akan menyebabkan orang yang bersangkutan merasakanadanya gejolak yang menuntut pemenuhan. Jika tuntutan tersebut tidak dipenuhi, akibatnya adalah munculnya kegelisahan. Kegelisahan yang berulang-ulang akan menyebabkan kepedihan yang menyakitkan. Jika orang tadi menjauhkan faktor-faktor yang membangkitkan naluri seksual atau mencari kesibukan yang dapat mengalihkan dorongan naluri tersebut, niscaya kegelisahan itu dengan sendirinya akan sirna. Atas dasar itu, upaya pengekangan terhadap naluri seksual yang tengah bergejolak hanya akan mengakibatkan munculnya kegelisahan, tidak lebih. Akan tetapi jika naluri seksual ini tidak muncul, maka tidak akan mengakibatkan kegelisahan.
            Dengan demikian, jalan keluar agar naluri seksual tidak bangkit tentu saja dengan tidak  berusaha memunculkannya, yakni berusaha menjauhkan seluruh faktor yang dapat membangkitkannya agar tidak akan ada dorongan yang menuntut pemenuhan.
            Berdasarkan keterangan di atas, tampak jelas kesalahan pandangan masyarakat Barat maupun masyarakat sosialis yang memandang hubungan pria dan wanita sebatas hubungan seksual antara seorang lelaki dan seorang perempuan saja. Tampak jelas pula kesalahan mereka dalam memecahkan problematika ini.  Mereka keliru ketika membangkitkan naluri ini pada pria  maupun pada wanita secara sengaja melalui pergaulan bebas diantara keduanya; pertunjukan-pertunjukan tari, nyanyi, dan sejenisnya; serta berbagai permainan, cerita-cerita, dan lain sebagainya.
             Sebaliknya, kebenaran jelas tampak dalam pandangan Islam . Islam menjadikan pandangan manusia terhadap hubungan pria dan wanita lebih dipengaruhi oleh tujuan dari penciptaan naluri itu sendiri, yaitu untuk melangsungkan keturunan manusia. Tampak jelas pula kebenaran jalan pemecahan  Islam dalam persoalan ini, yaitu dengan menjauhkan segala hal yang dapat membangkitkan naluri seksual; baik berbentuk fakta-fakta cabul maupun  pikiran-pikiran porno. Jika hal ini tidak mungkin untuk dilakukan, syariat Islam telah memberikan jalan pemecahan yang lain, yaitu melalui perkawinan atau pemilikan hamba sahaya. Islamlah satu-satunya yang mampu mencegah akibat yang mungkin ditimbulkan dari naluri seksual berupa kerusakan yang terjadi di masyarakat. Caranya adalah dengan pemecahan yang tepat dan sempurna, yang akan menciptakan kemaslahatan dan kedamaian di tengah-tengah masyarakat.

Senin, 29 Maret 2010

Terpaksa Aku Berlari...

Berdiri di ujung jambatan tua, hari terik sekali. Matahari seakan membakar sekujur tubuh. Angin yang segan-segan menghembus tak mampu memberikan kesejukan. Arus sungai keruh itu jua yang kutatap. Ada ragu yang bersarang, tak bergerak di kepala. Muak.

Sungai ini dulunya bernama sungai anak jantan. Kenapa tidak sedikitpun memberi tenaga bagiku untuk menjadi anak jantan…

Tepat di hadapanku adalah Pelabuhan Sungai Duku. Ramai. Kedatangan dan kepergian bersalin silang di sana. Seperti hidup, datang dan pergi adalah instrument yang senantiasa ada, tidak bisa tidak. Ada yang datang dan ada yang pergi.

Sementara aku? Sebut saja pendatang. Sudah seminggu tiba di Pekanbaru, tak tahu ke mana nak dituju. Ini pertama kali kulakukan keberangkatan tanpa niat dan tujuan. Seperti awan, berarak mengikuti angin. Lihat! di ujung jambatan tua ini aku bebas menatapnya di atas sana, bergerak perlahan tapi pasti, apakah mereka sedang berlari?

Lari; berjalan kencang, melepaskan diri dari suatu kongkongan, pergi meninggalkan kewajiban, menyelamatkan diri, mengelak atau membawa lari. Entah. Tapi mungkin saja sesuatu yang bergerak adalah sebuah pelarian. Yang kumaksud tidak bermakna meninggalkan tetapi hanya bergerak. Seperti sungai yang memanjang ini, meskipun keruh, dan berminyak, tetap saja berarus. Bukankah ini yang disebut air yang suci lagi mensucikan? Ya, aku ingin bergerak, berarak dan berarus atau bahkan aku ingin lari. Ke mana?

Ibarat berjalan, di sini aku menemukan simpang yang menjulur panjang seperti lengan-lengan raksasa. Di kiri kanannya ada pohon yang melambai-lambai, bunga indah yang terangkai, hijau daun yang menyejukan. Hanya sayangnya, tak jua kutemui arah. Suara itu, ya... akhirnya kudapati suara penyair yang berkisah: aku pun di sini, dan kau tak dapat berlari, kau hanya sisa masa lalu, yang berayun lena dengan sejarah, sementara diammu tak bermakna apa-apa, langkah tak sedikit langkah pun yang kau mulai…bayang-bayang yang melintas itulah kau.

Aku pun di sini. Dan aku harus berlari. Memang aku sedang merancang langkah yang barangkali dapat dikatakan sebuah pelarian. Bahwa aku berasal dari daerah yang baru saja mekar menjadi sebuah kabupaten baru, kemudian aku lari darinya. Aku lari dari keterpecahan dan perpisahan. Firasatku mengatakan bahwa semuanya akan bermuara pada hal yang lebih teruk lagi, bisa saja mungkin kita sama kita yang bertikai. Tetapi semoga itu hanya firasat. Sesungguhnya, aku tidak mau terjebak dengan sebutan yang dibeda-bedakan tetapi ada kesamaan mutlak yang tentunya tidak bisa dihapus. Sesuatu yang telah berakar dan mentradisi lekat sampai ke bawah kulit bahwa kita adalah sesuku, seasal, senenek, semoyang. Terlebih lagi aku juga bimbang dengan suara-suara lengkingan itu, takut kalau-kalau hanya suara kepentingan yang berasal dari segelas kaca kosong yang kemudian apabila telah terpenuhi maka ia akan redam, senyap seperti malam.

Tapi kusadari dunia yang kubangun dalam pikiran ini hanya firasat buruk, barangkali berbeda dengan yang sedang terjadi di depan mata, itu makanya aku lari, dengan begitu ketika terjadi hal yang tak diinginkan seperti firasat burukku itu, aku tidak langsung menyaksikannya dan tentunya hal itu sungguh memalukan, bukan? Apakah ini perbuatan yang salah? Pantaskah aku masih disebut anak jantan?

Tetapi kini persoalannya menjadi lain. Ke mana arah tak jua bisa kuputuskan. Lagi-lagi kutemui ketermanguan di sini. Aku yang lesu duduk di ujung jambat tua menatap arus sungai keruh. Muak.

Sungai ini dulunya bernama sungai anak jantan. Kenapa tidak sedikitpun memberikan tenaga bagiku untuk menjadi anak jantan…

Kembali kualihkan pandang ke pelabuhan. Tempat manusia berlalu-lalang. Datang membawa mimpi dan harapan, begitu juga yang pergi. Manusia adalah makhluk yang senantiasa melipat mimpi dan harapan itu di dalam sebuah travel-bag, dibawa kemana pun melangkah. Tanpa sadar sebenarnya kita dalam perjalanan, dalam proses keberangkatan. Lalu di suatu waktu yang tepat, mimpi dan harapan akan dipunggahkan menjadi kenyataan atau justru sebaliknya; hanya jadi senandung untuk mengobati kekecewaan. Sebagai pelipur lara.

Kuli pelabuhan yang bengis, penumpang yang sombong, penjaga keamanan yang pongah, pedagang yang membual, penjaja yang letih dan licik, supir-supir yang seolah ramah, calo yang memekak, penjual karcis yang muram dan aku diseberangnya. Keramaian yang akrab sekaligus asing.

Tiba-tiba kurasakan ada yang keluar dari dalam diri. Membaca kesemuanya, namun tak menemukan makna. Membaui keseluruhan tetapi tidak beraroma. Lalu sesuatu yang keluar itu terbang meninggi. Berusaha menterjemahkan segalanya. Tapi sekian lama hanya kerut di dahi yang muncul. Sebab rangkaian peristiwa menyerupai huruf-huruf yang beserak di atas kertas putih. Tak satu kata pun dapat dirangkai menjadi petunjuk. “Ini sebuah fenomena hidup” katanya setengah berbisik. “Tak perlu berlari, sebab hidup adalah proses pengulangan, yang berbeda hanya zamannya…” Kemudian sesuatu yang berbentuk bayang-bayang itu luncas, hilang seperti debu terbawa angin. Aku hanya terkesiap seakan tak berani menatap, hanya menunduk. Sesaat kemudian aku terpeka, samar-samar di permukaan sungai yang keruh, membentuk sebuah layar kaca datar seukuran kira-kira tiga kali empat meter. Entah bagaimana itu terbentuk tidak sempat kuberpikir tetapi layar kaca yang ada di air itu tidak beriak dan tidak bergelombang, seperti tersekat, tidak menyatu dengan permukaan air sungai.

Seperi menonton film, kemudian aku dihadapan dengan kisah-kisah yang rasanya asing namun terasa dekat dan akrab. Barangkali kisah-kisah itu terjadi pada masa silam, di masa yang jauh; seseorang yang berpakaian seperti raja turun ke laut. Di dalam laut tersebut ia sampai pada sebuah kerajaan, lalu kawin dengan salah seorang putri mahkota dan kemudian mendapat anak. Ia kembali dari laut dengan menunggang seekor kuda. Setelah dewasa, ketiga anaknya pergi ke sebuah bukit dengan menggunakan seekor lembu putih, sesampai di sana mengakibatkan padi menjelma menjadi emas, daunnya menjadi perak dan batangnya menjadi perunggu. Dan tiba-tiba lembu itu muntah menjelmalah seorang lelaki…

Selanjutnya kisah tak dapat ditangkap oleh pandangan mataku. Terlalu cepat, seperti di past forward. Setelah normal kembali aku dihadapkan pula dengan kisah yang lain; dua orang sedang bertarung. Dari pakaian yang dikenakan, barangkali saja mereka pantas disebut laksemana. Aku menyaksikan pertarungan yang seimbang, sama-sama kuat. Dari percakapan yang kudengar bahwa mereka adalah sahabat lama, tetapi mengapa harus bertarung satu dengan yang lainnya? Kemudian tiba-tiba aku merasakan seolah-olah yang bertarung itu adalah aku. Yang membuat aku lebih terkejut lagi bahwa lawanku juga adalah diriku yang lainnya. Tak sempat bernafas, terperangah pula melihat di sekeliling, ada begitu banyak orang yang menyaksikan pertarungan yang ternyata adalah aku, aku dan aku. Mereka memekikkan kata “Bunuh… bunuh… bunuh !”

Sungai ini dulunya bernama sungai anak jantan. Kenapa tidak sedikitpun memberikan tenaga bagiku untuk menjadi anak jantan…

Tubuhku tiba-tiba menggigil hebat. Merasakan keanehan yang luar biasa lalu seperti menciut dan keasingan itu semakin merasuk ke dalam diri. Aku tak mampu lagi duduk di ujung jambat tua ini. Satu-satunya cara kupanggil seorang yang sedang mendayung sampan, aku harus lari ke seberang. Setelah naik di atas sampan, aku mengisal mata, seolah tak percaya. Ternyata yang mendayung sampan adalah aku. Sambil tersenyum letih ia bertanya “Nak ke mana Encik?”

Entah dari mana kudapatkan keberanian dan tenaga, aku menceburkan diri ke dalam sungai yang keruh. Berenang ke seberang. Matahari semakin terik, angin yang malas menyapu tubuhku yang kini basah kuyup. Ya…aku lari dari aku yang sedang mengayuh sampan.
Sampai ke seberang, aku masih melihat aku yang di atas sampan melambaikan tangannya. Lambaian penuh makna. Tak ada pilihan lagi, nampaknya aku harus berlari. Lari dari keanehan dan keasingan ini. Dengan tekad yang kuat, aku pun memulai langkah. Tapi tunggu dulu, di pelabuhan Sungai Duku ini waktu seperti berhenti. Ya, aku mulai curiga, kulihat kiri dan kanan, depan dan belakang. “Astaga!”

Apakah ada pemandangan yang lebih gila dari yang kusaksikan sekarang ini? Orang di sekelilingku --seluruh yang ada di pelabuhan-- diam mematung. Seperti tugu-tugu mati yang mengisyaratkan misteri yang paling dalam. Sekali lagi tubuhku menggigil hebat. Merasakan keanehan itu lagi, menciut dan keasingan itu semakin merasuk ke dalam diri. Betapa tidak, ternyata yang diam mematung itu; kuli pelabuhan, penumpang, penjaga keamanan, pedagang, penjaja, supir-supir, calo, penjual karcis adalah aku. Kuperhatikan satu per satu, rupa, bentuk tubuh, gelagat mereka mencerminkan diriku, hanya pakaian mereka saja yang berbeda.
Ada aku yang gemuk, aku yang kurus, aku yang berpakian necis, gaul, dan ada aku yang berpakaian seperti peminta-peminta. Lihat! di bangku penantian penumpang aku melihat aku yang perempuan sedang menggendong aku yang masih kecil. Lengkap…! Seluruh yang ada di pelabuhan ini adalah aku dan aku.

Waktu memang berhenti di sini. Aku mulai menebak-nebak, apakah sememang hendak diabadikan momen keanehan dan keasingan yang terjadi di sini, di ibu kota provinsi ini. Tatapan mereka-aku-aku itu -menembus sampai ke relung hati. Tatapan yang di dalamnya bergejolak rasa yang sama seperti kurasakan saat ini. “Wahai…!”

Lalu aku berlari ke arah pinggir sungai seraya menyerukan kata-kata “Sungai ini dulunya bernama sungai anak jantan. Kuserukan padamu… berikan badi... berikan magimu…” sejenak hanya senyap yang sayup menikam seluruh tubuh. Gema suaraku di sebarang sana seperti memantulkan kekuatan yang tak dapat diceritakan. “Ya…lari…! “

Aku berlari… Entah sampai bila membawa keasingan ini. Mungkinkan berdamai? Kutinggalkan Pelabuhan Sungai Duku dengan segala keanehan dan keasingannya menuju ke pusat kota yang ternyata membuat aku lebih merasa terasing; gedung-gedung megah yang sunyi tak berpenghuni seperti memelihara keasingan di dalamnya, ruko-ruko yang berbaris seperti mengejek dan menjulurkan lidah-lidah keasingan, cakap-cakap yang berselerak di pasar, jalan raya, kedai kopi, mal, di dalam bus, sekolah, kantor-kantor dan di setiap sudut-sudut kota adalah bahasa keasingan yang lepas luncas dari akarnya, tubuh-tubuh yang dibalut pakaian dengan pesona yang menunjukkan identitas peradaban tinggi ternyata hanya sebatas seremonial belaka. Lagi-lagi keasingan itu yang menjelma, ia bagaikan awan hitam yang memayungi negeri ini. Lari aku terus berlari, berharap semoga tak meninggalkan jejak… langkah di mana langkah akan menjadi tempat perhentian.***

Selasa, 09 Maret 2010

Kesaksian Alam

Gemuruh bersahutan
Halilintar berbenturan
Melantunkan sabda Alam
Mengabar murkanya Tuhan
Halimun merayap mendatar
Menyelimuti suramnya Malam
Bintang menjadi titian
Menuju redupnya alam kelam
Insan Alam berpesta pora
Dalam lingkaran syetan
Saat rembulan duka
Diselimuti mega hitam
Tuhan tlah murka
Alam tlah duka
Mungkinkah pagi kan menjelma
Mungkin mentari kan kembali tersenyum ??
Segala terpulang pada Nya

Selasa, 02 Maret 2010

Sikalas peradaban Pelacuran

Keberadaan pelacuran sudah sedemikian menyejarah. Hampir setiap peradaban umat manusia tidak pernah sepi dari pelacuran. Pada masa Nabi Shale, misalnya, pelacuran terjelma dalam bentuk iming-iming seorang wanita cantik bernama Shaduq binti Mahya kepada Masda bin Mahraj yang berjanji membunuh unta Nabi Shaleh. Langkah ini kemudian diikuti oleh wanita lain yang menyerahkan kehormatan anak gadisnya kepada pemuda Qudar bin Salif (Ihsan: 2004:129-136).

Dikemukakan Ihsan, para antropolog menggambarkan bahwa pelacuran merupakan fakta yang tak dapat dielakkan, karena adanya pembagian peran laki-laki dan perempuan yang sudah muncul pada masyarakat primitif. Tugas perempuan diarahkan untuk melayani kebutuhan seks laki-laki. Para antroplog melihat bahwa pelacuran tidak lepas dari peninggalan masyarakat primitif yang berpola matriarkhi. Sedangkan kaum feminis memandang bahwa pelacuran adalah akibat dari kuatnya sistem patriarkhi. Sementara kaum Marxis melihat pelacuran sebagai akibat yang niscaya dari perkembangan kapitalisme.
Pelacuran dalam sejarahnya juga bersanding erat dengan kepercayaan keagamaan. Ada istilah “pelacur kuil” (temple prostitutes). Pelacuran model ini ditemukan di pada kebudayaan zaman Babilonia, Mesir Kuna, Palestina Kuna, Yunani, dan Romawi. Para pelacur ini berkeliaran di jalan-jalan dan di kedai-kedai minuman, mencari mangsa laki-laki. Kemudian, penghasilannya diserahkan kepada para pendeta untuk membantu pembangunan kuil. (Ihsan; 2004:130)
Kedudukan pelacur memang naik turun, kata Ihsan selanjutnya (2004:130). Suatu masa, pelacuran ditempatkan tak lebih sebagai perbudakan. Mereka distempel sebagai masyarakat kelas bawah. Biasanya mereka lebih banyak beroperasi di jalan-jalan. Di Yunani, pelacur jalanan disebut pornoi. Masyarakat Yunani Kuna yang merupakan salah satu peradaban purba, jauh-jauh telah mengenal apa yang disebut “pelacuran kuil” –sebuah institusi purba tempat pera pelacur menyumbangkan uang hasil kerjanya untuk kuil Aphrodite demi mendapatkan berkah anugerah dari para dewi. Mereka disebut dengan nama Hierodouli. Kebiasaan-kebiasaan seksual pun telah bertumbuh secara variatif. Mereka telah mempraktikkan gaya-gaya seks seperti vaginal, anal, kontak paha, oral, jilat-jilat klitoris, masturbasi, threesome, gaya 69, sadisme seks, pesta orgi, alat bantu (dildo), dan seks dengan binatang. Demikian juga praktik-praktik seks sesama jenis seperti lesbian dan gay yang dikenal dengan nama pederasta (Ihsan; 2004:14).
Di Romawi, pelacur dianggap penjahat dan pengganggu anak-anak. Di Roma, pelacur diharuskan menggunakan pakaian tertentu untuk membedakan dengan wanita kalangan bangsawan. Lebih ketat lagi, Asysyiria menetapkan pasal hukuman bagi pelacur yang membuka tutup kepalanya sebagai trade mark-nya. Di India Kuna, pelacur rendahan ini disebut khumbhadasi. Pada masyarakat India Kuna, kaum wanita dari golongan rendah hanya diberi dua pilihan, menikah atau menjadi pelacur. Sementara di Cina, pelacuran sudah mulai ditempatkan di rumah-rumah khusus. Pelacur yang berasal dari golongan rendah disebut wa she. Pada masa Dinasti Han, pelacur golongan ini dirumahkan bersama-sama dengan kelompok penjahat, tahanan perang, dan budak. Demikian halnya pada masa-masa awal masyarakat Islam, munculnya harem juga tak bisa dipisahkan dari pelacuran. Sudah mentradisi, orang-orang kaya biasa membeli ratusan budak wanita untuk dijadikan harem. Walaupun pelacuran jelas-jelas dilarang dan pemerintah memiliki muhtasib, polisi susila, diam-diam para budak wanita banyak yang dipekerjakan menjadi pelacur (Ihsan; 2004:131).
Pelacur tidak selamanya dipandang sebagai profesi rendahan. Dalam beberapa bangsa dahulu, pelacur justru menempati kedudukan terhormat. Pelacur terhormat ini memberikan pengaruh yang mendalam terhadap politik, seni, sumber inspirasi puisi, dan mode pakaian. Mereka datang dari kelas atas dan menengah. Mereka memilih profesi pelacur, karena waktu itu profesi ini menjadi satu-satunya jalan terbaik untuk meraih kekayaan dan gengsi sosial dalam masyarakat yang dikuasasi oleh kaum laki-laki. Mereka wanita terdidik dan mempunyai fungsi sosial yang besar, di saat kaum wanita dibatasi tinggal di rumah dan tidak diberi tempat dalam ruang publik.
Menurut Ihsan, (2004:132) pada zaman Babilonia, dikenal nama Kizrete yang disanjung-sanjung sebagai selir terhormat. Cerita-cerita rakyat mengisahkan pelacur terhormat ini juga mewarnai masyarakat Mesir Kuna. Tetapi, di antara bangsa-bangsa Kuna, hanya pada masa Yunanilah pengakuan tertinggi disematkan bagi pelacur. Oleh masyarakat Yunani Kuna, mereka mendapat julukan hetaerae. Di antara hetaerae yang terkenal di masa itu, Thargelia dari Ionia, Aspasia dari Athena, Sang Pecinta dari Perikles, dan Thais dari Athena. Thais dari Athena ini pernah diperistri oleh Alexander Agung. Setelah itu diambil alih oleh Ptolomeus, raja Mesir Kuna, dan dinobatkan sebagai permaisuri.
Hetaerae juga muncul pada masyarakat Muslim zaman dahulu, kata Ihsan (2004:132-133). Mereka biasanya berperan sebagai penghibur dan kebanyakan berasal dari luar daerah Muslim. Laki-laki yang ingin berhubungan dengan hetaerae harus melalui penghubung dan disewa untuk memberikan pelayanan seksual. Puisi-puisi cinta yang beredar di Timur-Tengah waktu itu banyak yang dikumandangkan untuk menghormati hetaerae ini. Demikian juga bangsa-bangsa seperti India, Cina, dan Jepang juga mengenal penyanjungan terhadap profesi pelacur terhormat ini. Di Jepang populer dengan istilah geisha.
Pada masa abad pertengahan, hetaerae paling terkenal adalah Ratu Theodora yang mengubah larangan hak milik bagi pelacur serta membangun penampungan bagi pelacur yang ingin meninggalkan profesinya.Di Venesia, Italia, tercatat nama Veronica Franco yang juga berhasil membangun tempat penampungan bagi pelacur pada 1577 M (Ihsan; 2004:133).
Secara historis, para pelacur berpindah bersama para tentara dan kelompok pekerja ke wilayah-wilayah di mana persediaan wanita sangat terbatas. Di lokasi tersebut para pelacur melakukan pekerjaan-pekerjaan kerumahtanggaan, sekaligus membantu kegiatan seks laki-laki. Beberapa bukti menunjukkan, pada awal-awal berdirinya Amerika Serikat, para pelacur datang dari masyarakat kelas bawah. Namun saat ini, pelacur yang berasal dari kelas menengah maupun dari kelas atas sudah biasa. Sejarah ini menjadi karakteristik zaman Viktoria pada saat perempuan ditempatkan dalam kategori sempit, baik atau buruk, dan pada saat itu kaum laki-laki menggunakan double standard dalam seks akibat terlalu dominannya peran laki-laki. Dalam lingkup kultur yang lain, pelacur berasal dari semua kelas. Di antara mereka bahkan menempati kelas sosial yang relatif tinggi, seperti hetaerae dalam Yunani kuna, devadasis di India, dan geisha di Jepang. Meskipun ada pelacur yang ditempatkan dalam kelas yang demikian, pada umumnya mereka berasal dari kelas bawah (Schafer, S. et al.: 1975:43).
Menurut Schafer (1974:43), di Amerika Serikat, pelacuran tidak pernah diterima oleh masyarakat, demikian pula di negara-negara lain. Perlawanan terhadap pelacuran dilakukan secara besar-besaran di AS hingga usai Perang Dunia I, untuk menghindari kekhawatiran wabah sekaligus memprotes perang. Namun perlawanan ini kemudian dioperasi dengan dilakukan penjagaan polisi, meski itu di luar hukum yang berlaku. Pada suatu waktu, saat Wali Kota Chicago dijabat William Hale Thompson, para operator sekitar 2.000 bordil membayar polisi penjaga bordil 100 hingga 750 dolar AS perminggu. Bagaimanapun, dengan meningkatnya penyebaran wabah, investasi di rumah-rumah pelacuran semakin menurun.
Selama Perang Dunia II, sekitar 600.000 pelacur bersama jumlah yang sama dari wanita yang siap menjadi pelacur secara part timer diterjunkan. Lalu berapa jumlah pelacur di AS yang sekarang ini beroperasi, tidak diketahui. Bahkan seiring dengan iklim semakin bebasnya hubungan seks, dengan sendirinya kebutuhan pelacur menurun secara tajam. Meskipun para pelacur secara resmi tidak didukung pemerintah, angkatan bersenjata AS diajarkan bagaimana melindungi dan terbebas dari penyakit kelamin. Sebuah studi tentang penyakit kelamin di kalangan tentara AS di Eropa setelah Perang Dunia II menguak, rumah pelacuran yang mendapatkan izin menjadi sumber penyebaran infeksi GI, penyakit kelamin. Laporan lain mencatat bahwa 6% anggota tentara AS yang mengidap infeksi VD, diakibatkan melakukan hubungan seks dengan pelacur profesional, 80% akibat berhubungan dengan pelacur amatir, dan 14% lainnya disebabkan oleh istri-istrinya. Karena berbagai penyakit ini menyebabkan para tentara tidak bisa maju ke medan tempur, para petugas kesehatan ketentaraan AS merekomendasikan melakukan operasi rumah-rumah pelacuran secara kemiliteran sebagai bagian dari sistem operasi Post Exchange (PX) (Schafer, 1974:44).
Menurut Truong (1992:147), prostitusi semula merupakan subjek pinggiran. Pelacur bergerak ke daerah pusat politik seksual internasional dengan bangkitnya gerakan menentang rumah-rumah bordil berlisensi dan “perdagangan budak kulit putih”. Pencabangan dari gerakan pemurnian sosial yang lahir di akhir abad XIX di Barat (Inggris, Viktorian, Belanda, Kerajaan Jerman, dan Amerika Serikat), gerakan menentang perbudakan kulit putih diformalkan di tahap global sebagai The International Agreement for the Suppression of the White Slave Traffic (Konvensi Internasional tentang Penghapusan Perdagangan Budak Kulit Putih) pada 1904, serta The International Convention for the Suppression of the White Slave Traffic (Konvensi Internasional tentang Penghapusan Perdagangan Budak Kulit Putih) pada 1910.
Gerakan ini mengerangkai isu pelacuran dalam konteks kejahatan perdagangan, promiskuitas dan ketidakacuhan emosional (Chauvin, 1982). Pada mulanya gerakan tersebut menaruh keprihatinan terhadap para perempuan Barat yang diperdagangkan antara negara-negara Eropa Barat dengan Amerika Serikat, dan dari negara-negara ini ke wilayah-wilayah jajahan. Namun demikian, pengamatan terhadap situasi yang berlangsung di wilayah jajahan secara tak terelakkan mengakibatkan lahirnya toleransi terhadap pelacuran dan rumah bordil berlisensi dalam wilayah jajahan oleh pemerintah kolonial yang sedang mengalami serangan. (Truong; 1992:147-148)
Pada bagian lain, Truong mengemukakan, sebuah kajian lintas bentuk-bentuk intervansi negara dalam pelacuran terorganisasi di Asia Tenggara dan wilayah-wilayah lainnya menunjukkan bahwa intervensi negara dalam reproduksi lahir ketika peningkatan mobilitas geografis manusia (urbanisasi, migrasi, militerisasi, perdagangan) mendislokasikan hubungan-hubungan ikatan manusia. Hubungan-hubungan ini digantikan berbagai hubungan baru, yang menciptakan bentuk-bentuk baru hubungan seksual, hasrat dan signifikansi sosial yang diatur oleh hukum pasar. Sebagai hasilnya, keragaman wilayah tercipta melalui mana aspek-aspek sosial dan biologis reproduksi diorganisasikan, dengan berkaitan pada struktur kelas dan kadangkala etnik. Bergantung pada corak rumah tangga, komunitas dan negara, tugas-tugas biologis dapat bersifat integral atau terpisah dari tugas-tugas sosial reproduksi (Truong; 1992:340-341).
Dalam kasus Muangthai, (Truong: 1992:246), ditemukan bahwa di luar gambaran umum turisme, terdapat sejumlah faktor tambahan yang berperan dalam peleburan sistematis pelayanan seksual ke dalam jasa turisme. Ini mencakup karakter hubungan gender yang berakar dalam agama dan struktur kelas serta situasi geo-politik spesifik Asia Tenggara pada periode 1960-an. Penghukuman legal terhadap pelacur hadir hampir-hampir serentak dengan formalisasi legal industri hiburan, akibat kebijakan investasi yang ditujukan untuk menangkap pasar “rest and recreation” semasa konflik Indocina. Dualitas antara pengakuan dan pengingkaran terhadap pelacuran, digandakan dengan kedatangan masif tentara tentara AS, berakibat pada menjamurnya beragam bentuk pelacuran tersamar di dalam industri hiburan. Praktik-praktik ad hoc penyediaan pelacuran perlahan-lahan menjadi sistematis sebagai hasil dari tingginya tingkat akumulasi modal.
Basis industri dan pola ketenagakerjaan yang diciptakan semasa periode ini mendapat pukulan hebat ketika tentara AS menarik diri dari Indocina. Lebih jauh lagi, efek turisme Rest and Recreation terhadap anggaran pembelanjaan adalah sangat substansial sehingga ketika pasar ini menyurut, alternatif harus segera ditemukan untuk mempertahankan pengoperasian infrastruktur turisme dalam rangka mengejar pengembalian modal dan keuntunga. (Truong, 1992:346).
Kombinasi dari berbagai kepentingan bersama ini mendorong perusahaan-perusahaan untuk meleburkan berbagai pelayanan seksual ke dalam proses produksi yang sangat terorganisasi dengan beragam titik distribusi pada tingkat internasional. Yang paling penting di antaranya adalah tumbuhnya turisme seks kolektif melalui agen penyelenggara tur yang dibeli oleh individu, kelompok, atau perusahaan transnasional sebagai bonus tambahan bagi karyawannya. Ini menunjukkan bahwa terdapat proses berkelanjutan akumulasi modal langsung dalam wilayah reproduksi (pemeliharaan dan pembaharuan kapasitas bekerja manusia) pada skala luas. Dalam kaitan ini, adalah relevan untuk menunjukkan bahwa bentuk paling kental dari jasa reproduksi di bawah hubungan komersial, yakni tur paket seks, mencerminkan sebuah kontradiksi dalam internasionalisasi pembangunan kapitalis. Adalah melalui proses pembangunan kapitalis hubungan-hubungan kekerabatan diberaikan dan selanjutnya jasa-jasa reproduktif difragmentasikan dan dileburkan ke dalam hubungan pasar. Melalui pembangunan kapitalis pula reintegrasi jasa-jasa reproduksi dapat berlangsung sepenuhnya di bawah hubungan pasar.

Senin, 01 Maret 2010

MENGINGATMU

Aku mengingatmu dalam diamku
kurenungi sebelum semuanya berlalu
sebelum perih mengganggu
sesaat senyummu beku
Aku mengingatmu…….
waktu berputar saling
belajar melupakan
tapi biarkan untuk terakhir
aku mengingatmu
menyusun kenangan dalam cinta
yang satu
membuatnya abadi
selalu

KENANGAN


Desahan embun perlahan sirna
terlepas  sebuah kenangan silam
rasa suci lambaikan tangisan
menyayat sembilu duka
Kudendangkan puisi hati
melukiskan dalamnya derita
hawa taburkan racun
meresap dalam buaian bayu
kuraih segenggam kehampaan
diatas hayalan mimpi
kenangan berlagu sendu
hanya tinggal catatan pilu
terpendam harapan hati
diantara keperian duka
Oh,Tuhan
dapatkah semua itu terulang kembali

MELANGKAH ...

Semalam aku bermimipi Tuhan
tapi sekarangdimana Tuhan
Engkau sudah kucari dalam diri
dalam darah,
   dalam ombak
          dalam gelombang
Bahkan dalam cakrawalapun kucari
Tapi dimana engkau
Tuhan……
Engkau maha pasti

Minggu, 28 Februari 2010

Humor....

Tatkala hari hisab tiba, manusia yang tak terhitung jumlahnya rela antri panjang di depan pintu surga dan neraka. Jantung mereka berdebar dan berdetak tak karuan menunggu hasil penghitungan amal. Malaikat yang sedang bertugas memanggil mereka satu persatu sambil menenteng buku catatan amal.
Dengan suara keras, malaikat memanggil nama Imam Abu Hanifah untuk dihisab. Dengan mudah Abu Hanifah lolos masuk surga karena di dunia beliau tak menyia-nyiakan “akal”-nya untuk berijtihad memahami agama Islam secara rasional. Di surga, Abu Hanifah berkumpul dengan Umar bin Khatab. Umar bin Khathab adalah kolega nabi yang sangat rasional yang mensyukuri nikmat akal dengan cara berpikir. Umar bin Khathab senantiasa memahami al-Quran dengan pendekatan kontekstual- hermeneutis.
Giliran kedua adalah Tulkiyem, pelacur Sarkem (Pasar Kembang) Yogyakarta . Tak terduga, Tulkiyem juga masuk surga. Malaikat bilang, “dia masuk surga karena dia melacur tidak hendak melawan agama dan Allah, dia melacur karena melawan nasib hidupnya demi sesuap nasi dan membelikan susu buat anaknya. Yang masuk neraka justru orang-orang kaya, penguasa, dan agamawan yang tak punya kepedulian serta kepekaan sosial. Mereka tak memberi lahan perkerjaan dan pembinaan kepada para pelacur”.

Giliran ketiga adalah si Dul, mahasiswa al-Azhar Cairo . Sungguh mengejutkan, dia masuk neraka. Sayang sekali. Malaikat berkata, “dia masuk neraka karena menipu orang tuanya. Orang tuanya susah payah menguras keringan mengumpulkan uang recehan untuk membiayai si Dul di Cairo. E…e…eeeee si Dul malah malas-malasan tak mau belajar. Dia menipu dan mendurhakai orang tuanya. Dia itu mahasiswa goblok, tak pernah membaca buku, tapi sukanya mencibir dan meremehkan teman-temannya yang mengembangkan kritisisme”.
Amrozi cs sudah tidak sabar menunggu giliran hisab. Sambil pegang-pegang jenggot, mereka kelihatan penuh optimisme bisa masuk surga. Orang-orang di sekitar mereka pun bertanya, “kenapa kalian tak takut menghadapi hisab”?
Amrozi cs menjawab, “siapa takut? kami sudah membawa tiket surga. Kalau kalian ingin beli tiket surga, bergabung saja dengan orang-orang Islam radikal. Mereka jual obralan tiket”.

Dus, giliran keempat adalah Amrozi cs. Hisab berlangsung alot. Saat itu terjadi perdebatan sengit antara Amrozi cs dengan malaikat. Malaikat bilang, “tiket surga kalian tidak ada gunanya alias muspro”. Tapi Amrozi cs memaksa dimasukkan ke surga dengan dalih telah susah payah ikut program “bombing training” guna menghancurkan tempat-tempat maksiat. Abdul Aziz alias Imam Samudra, dengan mata tajamnya, tak sungkan memelototi malaikat sembari teriak kencang Allahu Akbar. Sementara Amrozi dan Ali Gufron alias Mukhlash cengar-cengir bingung tujuh keliling mendengar kata-kata malaikat tadi sambil memutar tasbih.

Malaikat bertanya, “kenapa kalian melakukan teror”? Dengan diplomatis Amrozi cs menjawab, “kami ingin mengamalkan hadits amar ma’ruf nahi munkar bil yad. ‘Yad’ artinya adalah kekerasan dengan bom”.

Hahaha, malaikat ketawa terbahak-bahak mendengar jawaban konyol Amrozi cs. Sambil menahan ketawa, malaikat menjawab balik, “yang boleh amar ma’ruf nahi munkar dengan cara merusak fasilitas umum itu hanya pemerintah, kalau warga sipil tak boleh dengan cara itu. Heh dasar kalian sok pahlawan jadi polisi swasta!!!”.

Amrozi cs dengan nada lirih dan agak sedikit grogi bertanya, “masak sih”? Malaikat menjawab sambil senyum, “ya iyalah… masak ya iya dong. Mulan aja namanya diganti Mulan Jamilah, bukan Mulan Jamidong… duren aja dibelah, bukan dibedong”. Malaikat kemudian berargumen, “Imam al-Ghazali dalam Ihya’ Ulum al-Din pernah berkata bahwa umat Islam dalam amar ma’ruf nahi munkar tidak boleh disertai perusakan harta orang lain. Imam al-Ghazali memberi contoh yang prosedural dalam melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar kepada para peminum khamr dan penjual MIRAS (Minuman Keras). Dalam konteks ini, khomr/MIRAS boleh ditumpahkan (iraqatul khamri), tetapi botolnya tak boleh dipecah, karena botol adalah harta halal milik penjual dan peminum. Dengan demikian, tindakan teror kalian (baca: Amrozi cs) yang destruktif dengan merusak fasilitas umum (harta orang lain) dan juga tindakan brutal FPI tidak dapat dibenarkan karena tidak sesuai prosedur. Tindakan itu justru merusak citra Islam, tahu!!!”.

Amrozi cs tetap ngotot dan ngeyel agar dimasukkan ke surga. Mereka berdalih, “pokoknya kami harus dimasukkan ke surga (yang konon banyak bidadari yang cantik itu), karena kami telah memerangi orang-orang kafir (antek Amerika dan thaghut) di Bali seperti yang diperintahkan Allah yang berbunyi faqtulu al-musyrikina kaffah…faqtulu al-musyikin haytsu wajadtumuhum/ tsaqiftumuhum ….faqtuluhum hatta latakuna fitnah (bunuhlah semua orang musyrik…di mana pun kalian berjumpa dengan mereka…bunuhlah mereka hingga tak ada fitnah)”. Amrozi cs berargumen bahwa “ayat-ayat itu menurut satu versi dalam tafsir al-Qurthubi menusakh dan mengamandemen ayat-ayat yang turun sebelumnya tentang anjuran mengampuni orang kafir dan jihad defensif terbatas dari agresi musyrikin, sehingga kesimpulan Amrozi cs jihad adalah ofensif”.


Kwakakakaka, malaikat tertawa terbahak-bahak untuk kedua kalinya mendengar jawaban Amrozi cs yang konyol itu. Karena penasaran, malaikat mendatangkan Imam al-Qurthubi untuk dimintai klarifikasi dan keterangan lebih lanjut. Malaikat bertanya, “wahai Imam al-Qurthubi benarkah dalam tafsirmu ada konsep jihad ofensif”? Imam al-Qurthubi menjawab, “dalam tafsir, saya memang mengutarakan dua pendapat; antara ‘versi tekstual pro nasikh-mansukh yang menyimpulkan jihad ofensif’ dan ‘versi kontekstual kontra nasikh-mansukh yang menyimpulkan jihad defensif’”. Coba dech malaikat Anda rujuk dalam Tafsîr al-Qurthûbi, cetakan Dar al-Sya‘bi, vol. II, h. 71, vol. I, h. 62, vol. XVII, h. 203, & vol. XIX, h. 149, vol. II, h. 347, vol. II, h. 35 & vol. V, h. 281, vol. III, h. 216, vol. II, h. 192 & 353”. “Sial, Amrozi cs berarti memilih jihad ofensif dengan mencari justifikasi dari penafsiran yang tekstual”, keluh malaikat. Malaikat memperingatkan, “penafsiran tekstual itu reduktif dan rawan menimbulkan stigma bahwa Islam adalah agama pedang, agama bom, dan agama kekerasan, seperti stigma negatif kalangan mainstream Barat. Andaikan nasikh-manskuh kalian terapkan dalam ayat-ayat jihad yang sejatinya turun secara gradual, sama saja kalian menganggap sebagian ayat al-Quran yang turun pada fase-fase awal sebagai ayat impoten dan tak punya fungsi sosial untuk konteks kekinian. Nah, para pemikir Islam yang kritis dan progresif yang berdiri di barisan antrian hanya mangguk-mangguk menyetujui statemen malaikat tadi.

Amrozi cs berapologi, “oke dech, ijtihad kami memang salah, tapi—seperti kata Rasulullah saw—kami tetap berhak mendapatkan pahala satu (man akhtha`a falahu ajrun wahidun). Malaikat menimpali, “kalian memang mendapatkan pahala satu, tapi pahala itu belum mencukupi untuk dijadikan modal masuk surga. Pahala kalian yang satu itu tak seberapa jika dibandingkan dengan dosa kalian akibat membunuh orang-orang Bali dan wisatawan legal yang telah mendapat jaminan keamanan dari negara. Ingat itu wahai teroris yang berjubah!!!. Maukah kalian aku masukkan ke neraka”?

Amrozi cs, yang kali ini diwakili oleh Ali Gufron, mengutarakan keberatan. Dengan lantang ia berkilah, “kami tidak bermaksud membunuh orang tak berdosa, kami hanya ingin memerangi kemungkaran. Selain itu, kami juga sudah dieksekusi sebagai balasan perbuatan kami, meski kami sebenarnya tak rela dengan eksekusi itu”. “Iya, tapi cara amar ma’ruf nahi munkar kalian, seperti saya katakan tadi, tidak prosedural”, tegas malaikat. Malaikat diam sejenak mempertimbangkan matang-matang. Amrozi cs pun menunggu keputusan malaikat sambil pegang-pegang jenggot lagi.

Malaikat meneruskan hisabnya, “tadi kalian bilang bahwa kalian tidak rela dengan eksekusi itu, itu tandanya kalian tidak ikhlas menerima hukum qishash yang sudah disyariatkan Allah. Dengan demikian dosa kalian belum dihapus dan diampuni. Sudahlah kalian aku masukkan ke neraka saja ya”?

Imam Samudra keberatan, “please malaikat, kami sudah dieksekusi, masak mau dihukum lagi dengan diceburkan ke neraka”?. Malaikat geleng-geleng kepala, “kalian memang bandel, sudah aku katakan kalau eksekusi itu belum bisa menghapus dosa kalian, karena kalian tidak ikhlas menerima hukuman itu”. Imam Samudra berkilah lagi, “buktinya apa kalau kami tidak ikhlas”?

Malaikat dengan mudah menemukan bukti di google.com (http://news. okezone.com/ index.php/ ReadStory/ 2008/11/05/ 1/161021/ polri-bantah- tangkap-pembuat- situs-wasiat- amrozi-cs) yang memuat wasiat profokatif Amrozi cs bahwa “dalam surat wasiat tersebut, mereka menyerukan agar para pendukung memerangi dan membunuh pihak terkait eksekusi mati, seperti Presiden SBY, Wapres Jusuf Kalla, Menkum HAM Andi Mattalata, Jaksa Agung Hendarman Supandji, Jampidum AH Ritonga, dan Ketum PBNU Hasyim Muzadi”. Malaikat dengan tegas menvonis, “Jadi kalian harus aku masukkan ke neraka dengan dalih berlapis: 1) tindakan teror bom bali; 2) tidak ikhlas menerima hukuman eksekusi; 3) menyebarkan wasiat yang profokatif dan berisi pemberontakan terhadap pemerintah”.

Amrozi cs masih berkilah, “pengeboman dan wasiat itu tidak bermaksud untuk macam-macam, semua itu kami lakukan hanya demi tujuan memerangi maksiat dan jihad”. Malaikat pun menjawab dengan analogis-argumentat if, “oke jika demikian alasan kalian, maka kalian akan aku masukkan ke dalam ‘tong’ kemudian aku tendang ‘tong’ itu agar menggelinding masuk ke jurang neraka. Aku tak bermaksud memasukkan kalian ke neraka, tapi aku hanya bertujuan memasukkan ‘tong’ ke neraka sebagai tambahan bahan bakar neraka”. Amrozi pun akhirnya tak berdaya dan menyesali perbuatannya di dunia.